Kamis, 10 Maret 2016

Review Buku : Soeharto Di Bawah Militerisme Jepang.



Review Buku         : Soeharto Di Bawah Militerisme Jepang.
Penulis                   : David Jenkins.
Penerbit                  : Komunitas Bambu.
Tahun                     : 2010.
Jumlah Halaman : 252 Halaman.

David Jenkins adalah seorang wartawan senior Australia yang bertugas di Indonesia pada tahun 1969-1970. Ia menulis buku ini berdasarkan studi yang panjang, untuk menggambarkan kehidupan mantan Presiden Soeharto selama tiga setengah tahun masa pendudukan Jepang di Jawa yang kejam namun sarat akan perubahan dari masa kolonial Belanda ke pendudukan Jepang.
Soeharto lahir pada 8 Juni 1921 di Dusun Kemusuk, sebelah barat kota Yogyakarta. Dalam penguasaan bahasa belanda, Soeharto tidaklah cakap, sehingga saat menjadi serdadu KNIL, ia tidak cemerlang. Ketika Belanda menyerah kepada serdadu Jepang, Soeharto pergi ke Cimahi di pinggiran Barat Bandung, karena ia tidak sudi untuk dimasukkan ke Kamp tawanan perang. Awalnya Jepang masuk ke Indonesia dielu-elukan karena dianggap membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan, namun tidak lama disadari bahwa Jepang tidaklah berbeda dengan Belanda dalam menjajah Indonesia.
Masa itu Soeharto tidak memiliki pekerjaan sehingga ia mendaftar untuk menjadi Polisi Indonesia. Setelah diterima menjadi polisi, ia menjalani pendididkan selama tiga bulan dan menjadi lulusan terbaik. Selanjutnya dikemukakan bahwa dalam beberapa kesempatan Soeharto menyatakan bahwa ia pernah menjabat sebagai asisten inspektur polisi, namun banyak kalangan yang menyangsikan keterangan tersebut, karena jabatan itu hanya bisa diberikan kepada seseorang yang telah memiliki gelar dari universitas tertentu di Jepang. Sementara Soeharto bukanlah seorang polisi yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas.
Dari polisi, Soeharto berpindah ke AD bentukan Jepang yaitu, PETA. Peta adalah embrio dari terbentuknya TNI. Dalam pemilihan calon perwira yang dilakukan oleh Tsuchiya Kiso, Soeharto terpilih menjadi Komandan Pleton. Lagi-lagi Soeharto memberikan keterangan yang kontroversi terhadap seleksi tersebut, dikatakan bahwa dari 500 calon hanya 2 yang terpilih menjadi perwira. Padahal menurut catatan sejarah terdapat 20-30 orang yang lolos dalam seleksi tersebut.
Pelatihan PETA tersebut membekali Soeharto terhadap teori militer. Sepanjang pelatihan dibekali dengan pentingnya menunjukkan rasa hormat kepada atasan dan peduli kepada anak buah. Soeharto tentu saja menyadari soal-soal semacam itu, ketika di KNIL dan ia benar-benar meresapi dalam hati. Kelak bertahun-tahun kemudian ia dikenal  sangat mempedulikan anak buahnya. Memang upaya-upaya untuk kepentingan tersebut mendorongnya untuk melakukan kesepakatan-kesepakatan bisnis dan mengumpulkan dana yang mencurigakan. Hal tersebut menjadi ciri utama dalam masa jabatannya sebagai perwira senior maupun sebagai Presiden. Dan ketika tindakan-tindakannya tersebut sudah terlampau jauh maka legitimasinya sebagai Presiden pun jatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar